top of page

Dalam pembukaan design congress APSDA pada hari Kamis (18/9) kemarin, general secretary APSDA, membacakan beberapa rumusan yang didapat dari pelaksanaan general assembly di Solo. Salah satunya adalah perancangan logo baru APSDA yang akan diserahkan pada Indonesia sebagai tuan rumah tahun ini untuk membuat konsep dan rancangan grafisnya. “Nantinya, kami akan dibantu oleh biro desain Creative Center untuk merancang logo baru APSDA,” kata Lea S Aziz, general secretary APSDA. Peremajaan logo ini selaras dengan perubahan nama APSDA, dari Asia Pacific Space Designer Association, menjadi Asia Pacific Space Designers Alliance.

 

Dalam rapat tertutup di Solo, Lea juga mengatakan, bahwa negara peserta APSDA menyepakati agar organisasi ini tidak akan menyentuh pembicaraan yang bersingunggan dengan politik dan hanya akan mengakomodir isu-isu mengenai perkembangan dunia desain interior Asia Pasifik dan global di masa yang akan datang.

APSDA Berikutnya: Logo Baru dan Adelaide

Selanjutnya, dalam pembukaan design congress, juga terdapat presentasi dari Joanne Cys, anggota APSDA dari Adelaide, yang memberikan pengantar dalam rangka terpilihnya Adelaide sebagai tuan rumah pertemuan APSDA di tahun 2016 mendatang. Wanita yang juga seorang associate profesor pada University of South Australia ini mengatakan bahwa,” Adelaide akan menjadi kota yang sangat pantas untuk menyelenggarakan APSDA dan membicarakan isu integrated design.” Selain itu, Cys juga mengatakan bahwa penyelenggaraan APSDA di Adelaide akan bertepatan dengan beberapa acara desain tahunan seperti South Australia Design Awards dan program dua tahunan Designers Saturday.

 

Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, dalam sambutannya mengatakan sangat mengapresiasi pertemuan internasional APSDA. Mari pun mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki tiga modal untuk tumbuh sebagai bangsa kreatif, yaitu masyarakat yang terbuka terhadap perubahan (open society), menyerap berbagai pengaruh asing tanpa menghilangkan budaya aslinya (blend culture), serta masih bertahannya berbagai nilai budaya di masyarakat dan terus menerus melakukan pembaruan (living heritage). “Tiga modal tersebut harus disadari dan bisa mengantarkan Indonesia sebagai bangsa keatif yang memiliki pengaruh kultural bagi dunia,” ujar Mari.

 

sumber: rooang.com/

bottom of page